Biasanya aku nulis tentang Ausbildung. Kali ini Au-Pair. Yeeee.. Aku datang tahun 2014 ke Jerman dengan visa Au-pair. Kalau kalian nanti ada pertanyaan seputar Au-pair taun-taun sekarang, aku gak akan bisa jawab. Haha. Karena aku ikut Au-Pair 6 taun yang lalu dan udah gak ada kontak atau apapun itu yang berurusan dengan Au-pair. Jadi aku hanya mau cerita pengalamanku aja sebagai Au-Pair di Jerman taun 2014-2015.
Sebelum jadi Au-Pair, aku saat itu sedang kuliah di Indonesia. Dari jaman aku SMP, aku selalu pengen bisa kuliah di Jerman. Kalau ditanya kenapa Jerman? Aku juga gak tahu. Haha. Tapi dulu aku ngerasa Jerman negara yang oke aja. Karena itu, waktu itu, aku kuliah, kerja juga untuk kumpulin uang ke Jerman, dan juga sekalian les privat bahasa Jerman. Hidup keras mann!! Haha. Demi cita-cita, aku rela cuma tidur 4 jam per-hari. Haha.
Terus, waktu kuliah, aku dengar dari seseorang tentang Au-Pair di Jerman. Aku sebelumnya gak pernah dengar apa itu. Akhirnya, aku search di google, dimana-mana cari tau tentang Au-Pair. Aku sangat bersemangat waktu itu karena tahu kalau kuliah di Jerman itu mungkin. Ya, karena saat itu kondisi keuangan keluarga sedang gak stabil, jadi aku bener-bener harus berusaha kalau memang ingin kuliah di Jerman. Makanya begitu denger tentang Au-Pair, aku langsung excited. Hehehe.
Kalau ada yang belum pernah denger apa itu Au-Pair, jadi, sebagai Aupair, kamu tinggal di sebuah keluarga di Jerman dan bantu keluarga itu untuk urus anaknya. Anter ke TK, temenin main, mandiin, kalau anaknya masih kecil ya ganti popoknya. Pokoknya kamu ditugaskan untuk temenin dan urus anaknya selama 8 jam perhari, juga kamu diperbolehkan sambil sekolah bahasa disana. Karena tujuan Au-Pair ini setahuku juga untuk belajar bahasa dan kenal kultur negara lain. Setau aku, Aupair gak ada hanya di Jerman tapi juga di beberapa negara lain. Tepatnya dimana aja, aku juga gak tau. Hehe. Oya, kamu juga dapat cuti selama 5 minggu kalau gak salah. Nah, keluarga yang kamu tempati ini diberi kewajiban untuk bayar asuransi kesehatan kamu, kasih makan, dan uang saku yang waktu jaman aku sih besarnya 400€. Sekarang sih aku gak tau berapa. Dulu aku jadi Au-Pair di Potsdam dan Berlin. Mungkin di kota lain uang sakunya gak segitu, entahlah. Aku gak tahu. Hehe. Aku juga lupa mereka diwajibkan bayar sekolah bahasa atau nggak. Setahuku sih nggak, tapi mereka diwajibkan kasih waktu untuk kita mengunjungi sekolah bahasa. Aku sih dulu dibayarin kalau gak salah. Aku lupa maafkan. Haha. Kalau gak salah sih di keluarga Potsdam dibayarin, di keluarga Berlin gak dibayarin tapi uang sakunya ditambah. Entahlah lupa. Haha. Iya aku sempet pindah keluarga dalam setahun itu. Nanti aku ceritain kenapa.
So, dimulai dari cari keluarga yang cocok di Aupair.de kalau gak salah. Aku tulis ‘surat lamaran’ di web tersebut yang menunjukan siapa aku, aku orangnya gimana dengan bahasa Jerman. Aku bikin surat itu tentunya dengan bantuan google translate. Aku sih waktu itu tulis juga bahwa kelebihanku lancar berbahasa inggris dan juga guru sekolah minggu di gereja. Karena aku pikir mungkin keluarga-keluarga yang butuh Aupair itu jadi bisa melihat kalau aku sudah terbiasa dengan anak-anak. Jadi mereka gak perlu takut gitu. Terus kirim surat itu ke keluarga-keluarga yang ada di web tersebut. Waktu itu juga, untuk jadi Aupair, kamu diwajibkan untuk menguasai bahasa Jerman minimal sampai tingkat A1, ya lebih tinggi lebih baik lagi. Aku gak tahu kalau sekarang mungkin peraturannya sudah berubah.
Akhirnya, setelah beberapa waktu, ada beberapa keluarga yang menghubungiku. Keluarga pertama yang menghubungiku punya 5 anak. Anaknya cowok semua. Ada juga anaknya yang udah cukup dewasa. Terus, keluarga tersebut punya ladang pertanian yang cukup besar, jadi aku juga diminta selain mengurus anaknya juga ikut membantu di ladang. Waktu itu yang aku pikir sih aku mau-mau aja. Gak pikir panjang, yang penting ke Jerman. Tapi setelah ngobrol dengan orang tuaku, mataku terbuka. Haha. Urus 5 anak itu susah, terus, ada anak yang udah dewasa juga, gak menutup kemungkinan dia bisa aja melakukan sesuatu kepadaku. Terus juga kerja di ladang bukan sesuatu yang ringan apalagi aku gak terbiasa dengan hal itu. Dan yang lebih susahnya, mereka tinggal di kota yang sangat kecil. Dimana jarak satu rumah ke rumah lainnya cukup jauh, lalu sekolah bahasanya ada di kota lain, yang akan menyulitkan aku untuk sekolah nantinya. Aku sering tukar Email dengan keluarga tersebut yang kelihatannya sih keluarga yang baik. Tapi pada akhirnya gak aku terima.
Ada juga beberapa keluarga yang menghubungiku setelahku, tapi terlihat tidak serius atau agak menyeramkan. Misalnya dia seorang ayah yang sudah menjadi single parent, dll. Agak menyeramkan untukku datang ke keluarga yang seperti itu. Ya, seperti yang kalian ketahui, di Jerman, masalah seks gak sekeras di Indonesia. Jadi aku takut juga. Dan jadi Au-Pair juga gak selalu mulus. Aku pernah dengar juga ada yang disalahgunakan oleh keluarganya atau mengalami sexual harassment. Makanya pilih keluarga juga harus sangat serius. Jangan sampai waktu datang kesana, malah menghancurkan masa depanmu.
Akhirnya, ada satu keluarga yang kuanggap cukup cocok. Mereka punya 3 anak cowok, anak terkecil umur 6 tahun dan anak terbesarnya umur 9 tahun. Mereka juga tinggal di Potsdam, kota yang gak terlalu kecil dan berada sangat dekat dengan Berlin, ibukota Jerman. Mereka juga menuliskan, pekerjaan yang mereka ingin aku lakukan bener-bener sesuai dengan apa yang ada di pikiranku. Hanya mengurus anak dan sedikit membantu pekerjaan rumah tangga seperti bantu siapkan breakfast dan makan malam. Sisanya sih hanya diminta untuk menemani anaknya. Aku juga berpikir, urus anak umur 6-9 bukanlah sesuatu yang sulit. Gak perlu ganti popok dll, hanya perlu antar ke TK dan menemani mereka bermain. Jadi akhirnya aku deal dengan keluarga Potsdam ini.

Setelah mereka kirim surat undangan yang harus asli, jadi mereka kirim lewat pos dan sampai di Indonesia sekitar 3-4 minggu setelahnya, aku mengurus visa di kedutaan Jerman yang ada di Jakarta. Untuk jadi Aupair, aku gak perlu uang yang banyak di bank seperti kuliah. Karena keluarga tersebut yang menjadi jaminan kamu hidup disana. Sebenernya jadi Au-Pair gak perlu takut, karena hak dan kewajiban Au-Pair juga tertulis di hukum negara. Jadi sebenernya kalau kamu menemukan ketidak-adilan atau semacamnya, bisa langsung lapor polisi. Terus keluarganya akan ditindak deh. Tapi ya tetep aja keluarga nakal ada. Makanya tetep harus hati-hati. Lanjutin yang tadi, aku datang ke kedutaan, disana hanya boleh masuk sendirian, gak dengan orangtua, lalu di wawancara, juga sedikit ditanya-tanya dengan bahasa Jerman. Karena Au-Pair harus seenggaknya ngerti bahasa Jerman sehari-hari, walaupun nantinya sekolah bahasa. Maka dari itu diwajibkan bisa bahasa jerman minimal sampai a1.
Setelah kurang lebih 3 minggu, aku mendapat kabar kalau visa Au-Pair aku udah jadi. Jadi aku datang lagi ke kedutaan untuk ambil visanya. Oya, kalau gak salah aku juga udah beli tiket one way waktu apply visa. Jadi waktu visanya jadi, aku siap berangkat ke Jerman. Tapi setelah visa jadi, aku baru mengundurkan diri dari kerja, dll. Jadi aku masih ada waktu 1 atau 2 bulan di Indonesia setelah visanya jadi. Dalam waktu-waktu itu juga aku dan keluarga di Jerman tetap saling berkomunikasi.
Aku akhirnya berangkat ke Jerman akhir bulan Mei dan sampai di Jerman awal Juli di Tegel Airport Berlin. Aku dijemput oleh ayah dari keluarga tersebut dengan mobil. Sampai dirumahnya, aku dikenalkan dengan anak-anak dan ibunya, lalu dibiarkan me time di kamarku yang berada di lantai 3. Aku buka koper, ganti baju. Sebagai orang Indonesia yang gak enakan, setelah ganti baju aku langsung turun menemui mereka. Lalu ibunya bertanya apakah aku gak lelah, aku jawab aja nggak. Terus aku diminta untuk membantu lipat pakaian.

Keluarganya baik sih. Agak aneh, khawatir, menakutkan juga untukku yang bahkan gak pernah menginap di rumah teman sekalipun, kali ini harus tinggal dengan keluarga lain yang bahkan bahasanya aja udah beda. Jadi wajar kalau aku takut. Orangtua dan anak-anaknya baik pada mulanya. Tapi lama-lama ibunya jadi menyebalkan. Dia suka menuduh aku pakai parfumnya. Dia tulis notes di kamarnya. Pekerjaanku juga ternyata akhirnya lebih banyak daripada yang tertulis. Senin misalnya cuci baju dan jemur, selasa angkat belanjaan, sabtu vacuum seluruh rumah dan pel. Aku jadi gak kerasan, karena merasa jadi seperti pembantu akhirnya. Bahkan aku disuruh cabut rumput di halaman mereka selama berjam-jam. FYI, rumahnya tingkat 3, anggota keluarga 5, dan halamannya besar. Lalu dengan tuduhan-tuduhan gak jelas gitu aku akhirnya memutuskan untuk cari keluarga baru lainnya.
Aku cari di google dan menemukan satu agen Au-Pair yang membantu Au-Pair yang sudah ada di Jerman untuk ganti keluarga atau membantu keluarga-keluarga yang membutuhkan Au-Pair. Aku datangi agen tersebut, gak lama aku dikenalkan dengan seorang keluarga Jerman (ayah) – Afrika (ibu) yang punya 2 anak. Beruntungnya, saat itu keluarga di Potsdam sedang liburan selama 2 minggu, jadi aku punya waktu 2 minggu untuk berkenalan dan cari keluarga baru.
Beruntungnya lagi, keluarga yang baru ini tinggal di Berlin yang tidak terlalu jauh dengan Potsdam, mereka juga keluarga kristen, yang bikin aku lebih percaya. Dan juga, orang Afrika kebanyakan friendly kan, ibu ini juga sangat friendly, sangat baik. Jadi aku merasa nyaman di keluarga tersebut. Anak-anaknya juga baik-baik. Anaknya ada 2 cowok, umur 2,5 dan 4 saat itu. Tugasku sebagai Aupair juga bener-bener hanya menemani anaknya. Akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke keluarga tersebut. Setelah membicarakan hal tersebut ke keluarga di Potsdam, dimana mereka agak marah, bahkan masih aja bawa-bawa masalah parfum yang aku pegang aja gak pernah itu parfumnya, aku akhirnya pindah keluarga.
Di keluarga Berlin ini bener-bener nyaman. Aku sangat suka keluarga ini. Ayah dan ibunya tidak tinggal bersama, jadi aku hanya tinggal bersama ibu dan anak-anaknya. Ibunya sebenernya butuh Au-Pair hanya karena dia sering ke club, senang shopping. Mereka keluarga yang tajir parah. Tempat tinggal mereka di salah satu apartment besar di tengah kota. Kalau ada yang tahu Brandenburger Tor di Berlin, apartmentnya tepat disebelahnya. Mereka sewa 3 lantai apartment untuk mereka sendiri. 1 lantai dari 3 lantai tersebut jadi kamarku dan tempat bermain anaknya. Wow banget kan, aku dapat 1 lantai apartment sendiri. Pekerjaanku sehari-hari bener-bener sesuai apa yang aku harapkan. Bangun pagi, bangunin anaknya, kasih makan, mandiin, antar ke TK, setelah itu aku sekolah. Pulang sekolah ada waktu istirahat 2 jam, lalu jemput anaknya di TK, ajak mereka main, entah didalam rumah atau ke tempat bermain anak, atau makan es krim, bebas. Sampai jam 6 sore, lalu makan malam, biasanya makan malam ini yang menyuapi anaknya ya ibunya, sambil ngobrol-ngobrol dengan ibunya tentang apa saja. Tentang pacarnya lah, keuangannya lah, keluarganya, dll. Asik banget kan keluarga ini. Setelah itu anak-anaknya diperbolehkan nonton tv sampai pukul 8, lalu tidur. Aku biasanya masih ngobrol dengan ibunya sambil nonton the voice deutschland atau lainnya. Seru sih. Anak-anaknya juga sweet. Dia juga seringkali undang keluarga Afrikanya ke apartmentnya, jadi dalam waktu singkat, aku sudah kenal keluarga besarnya, haha. Mereka juga sayang padaku seperti keluarganya sendiri. Wow.
Tapi tetep aja seseorang atau sebuah keluarga gak perfect. Ibunya seringkali pulang sangat larut sambil mabok, jadi aku yang seharusnya jaga anaknya hanya sampai pukul 8 malam, akhirnya harus tidur dikamar anaknya sampai keesokan harinya. Tapi keesokan harinya ibunya meminta maaf atau memberi aku jam kosong atau uang, tapi seringkali aku tolak, karena ibunya aja udah sangat baik terhadapku. Sesekali dia mabok gitu yaudahlah ya. Lagipula anaknya gak nakal hehe. Bahkan saking baiknya, saat kontrak aku berakhir, aku sudah dapat tempat ausbildung tapi belum punya tempat tinggal, mereka memperbolehkan aku untuk tinggal disana dulu sampai aku menemukan tempat tinggal. Berakhir bahagia jadinya cerita Aupairku. Yang sempet sulit terus berakhir bahagia deh. Haha. Sekian.
Our insta is below here. Any questions on another insta won’t be answered. Just because the other one is my private social media. Thanks.
Satu komentar